Sejarah Kasepuhan Adat Banten kidul - Kasepuhan Banten Kidul adalah kelompok masyarakat adat Sunda yang tinggal di sekitar Gunung Halimun, terutama di wilayah Kabupaten Sukabumi sebelah barat hingga ke Kabupaten Lebak, dan ke utara hingga ke Kabupaten Bogor. Kasepuhan (Sd. sepuh, tua) menunjuk pada adat istiadat lama yang masih dipertahankan dalam kehidupan sehari-hari.
Masyarakat Kasepuhan Banten Kidul sekarang melingkup beberapa desa tradisional dan setengah tradisional, yang masih mengakui kepemimpinan adat setempat. Terdapat beberapa Kasepuhan di antaranya adalah Kasepuhan Sinar Resmi, Kasepuhan Ciptagelar, Kasepuhan Cisungsang, Kasepuhan Cisitu, Kasepuhan Cicarucub, Kasepuhan Citorek, serta Kasepuhan Cibedug, Kasepuhan Cipta Mulya.
Salah satu ritual adat tahunan Kasepuhan yang selalu menarik minat masyarakat adalah upacara Seren Taun; yang sesungguhnya adalah pernyataan syukur warga Kasepuhan atas keberhasilan panen padi.
Sejarah Kasepuhan Kesatuan Adat Banten Kidul
Sejarah adanya Masyarakat Adat berdiri pada Tahun 611 M bertempat di Sajra Banten, terus pindah ke Limbang Kuning. Di Limbang Kuning sampai Tahun 1.400 M disitu belum dibentuk kasepuhan adat baten kidul. pada tahun 1974 kesatuan adat banten kidul di bentuk diantara pencetus adanya kesatuan adat banten kidul adalah kasepuhan Cikaret, kasepuhan Cisungsang, kasepuhan Cicarucup, kasepuhan Citorek, kasepuhan Bayah.
Diakhir Tahun 1.400 m barulah ada keturunan Pertama bernama AKI BUYUT BAO ROSA, dan istrinya bernama AMBU SAMPIH. Selama 150 Tahun dia bertempat di Cipatat Bogor. Dari Cipatat berpindah lagi ke Maja. Setelah beliau wapat, Kasepuhan diteruskan oleh anaknya yang bernama AKI BUYUT WARNING dan istrinya bernama NINI BUYUT SAMSIAH. Beliau menjadi Kasepuhan selama 202 Tahun di Maja lalu pindah ke Lebak Larang.
Tiga Tahun diLebak Larang, beliau meninggal. Kasepuhan diteruskan oleh AKI BUYUT KAYON Tempat pun berpindah ke Lebak Binong selama 27 tahun. Diakhir hayat AKI BUYUT KAYON, generasi penerusnya saat itu belum dewasa yang bernama AKI BUYUT ARIKIN, sehingga kepemimpinan Kasepuhan diwarnen* oleh AKI BUYUT SANTAYAN di Pasir Talaga. Selama 23 Tahun AKI BUYUT SANTAYAN memimpin. *Warnen adalah orang yang diserahi menjadi Pemangku adat karena penerusnya belum dewasa.
Dimasa AKI BUYUT ARIKIN dewasa barulah beliau menjadi pemimpin Kasepuhan. Beliau bertempat di Tegal Lumbu selama 32 Tahun, dan diteruskan oleh UYUT JASIUN lalu pindah ke Cijangkorang. Disitu tidak lama hanya 7 Tahun beliau pindah ke Bojong CISONO selama 17 Tahun.
Setelah UYUT JASIUN wafat, pemimpin kasepuhan diteruskan oleh penerusnya yaitu UYUT RUSDI. Pada Tahun 1940 UYUT RUSDI pindah ke Cicemet. Di Cicemet, UYUT RUSDI membuka hutan menjadi pemukiman. 19 Tahun kemudian, beliau berpindah lagi ke Cikaret tahun 1959, dan pada tahun 1960 beliau wafat. Kasepuhan diterukan Oleh ABAH ARJO. Selang waktu 18 tahun ABAH ARJO pun pindah ke Ciganas dan hanya 6 Tahun di Ciganas kemudian beliau wapat pada tanggal 29 Agustus 1982. Pada waktu wafat nya ABAH ARJO yang menyaksikan / yang ada ialah Anak yang paling Dewasa adalah ABAH UDJAT SUDJATI, ABAH UUM Anak yang paling Tua Kebetulan Lagi Menengok Ibu nya di Pandeglang bersama Ema TITIN (UMI NYAI ). Pada Waktu itu ABAH UDJAT SDJATI Masih menjabat sebagai Kepala Desa Sirna Resmi dan selanjutnya ABAH UDJAT SUDJATI menunjuk ABAH ENCUP SUCIPTA (ABAH ANOM ) / Adik ABAH UDJAT SUDJATI yang baru berumur 16 Tahun Untuk meneruskan ABAH ARJO yang seharusnya di teruskan oleh ABAH UDJAT SUDJATI. Pada Tahun 1985 terus ABAH UDJAT SUDJATI habis masa jabatan kepala Desa Sirna Resmi terus ABAH ENCUP SUCIPTA ( ABAH ANOM ) mengadakan Musyawarah dengan ABAH UDJAT SUDJATI tentang masalah kepengurusan Kasepuhan kedepan nya. dan hasil keputusan musyawarah antara ABAH UDJAT SUDJATI dengan ABAH ENCUP SUCIPTA (ABAH ANOM ) adalah ABAH ENCUP ( ABAH ANOM ) meneruskan kasepuhan di daerah Cipta rasa yang sekarang menjadi kasepuhan cipta gelar yang di teruskan oleh anak nya ABAH UGI SUGRIANA RAKASIWI dan ABAH UDJAT SUDJATI Melaksanakan Amanat / wangsit dari para leluluhur yang selama menjabat kepala Desa Sinar Resmi dijalankan oleh ABAH ENCUP SUCIPTA ( ABAH ANOM ) dan meneruskan kegiatan di daerah Sirna Resmi dengan nama Kasepuhan Sirna Resmi. ABAH UDJAT SUDJATI meninggal pada tanggal 2 Pebruari 2002 dan di teruskan oleh ABAH ASEP NUGRAHA sebagai pemangku adat di Kasepuhan Sinar Resmi.
Kasepuhan Sinaresmi, Ciptagelar dan Ciptamulya adalah perkampungan adat yang terletak di Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok ,Kabupaten Sukabumi. Orang-orang dari kota atau dari luar tidak pernah ada yang menyebut Kaolotan atau bisa jadi mereka juga tidak tahu apa itu Kaolotan. Perkampungan Komunitas masyarakat adat ini merupakan salah satu masyarakat adat yang melakukan kehidupan sehari-harinya berdasarkan aturan adat. Kebiasaan kehidupan mereka sehari-hari, selalu bercermin kepada hukum adat atau aturan adat. Karena setiap kehidupan mereka sehari-hari telah diatur dalam hukum adat atau aturan adat. Tetapi apabila mereka tidak mentaati atau melanggar aturan adat, maka mereka akan kualat (Kabendon).
Ada satu hal yang tidak boleh ditinggalkan oleh masyarakat adat Kasepuhan yaitu bertani. Bertani merupakan mata pencaharian mereka sehari-hari, mulai dari bertani disawah, ladang dan kebun. Untuk Pertanian yang menjadi prioritas mereka yaitu untuk pesawahan.
Alam adalah salah satu kebutuhan warga Adat. Warga adat Kasepuhan tidak bisa hidup tanpa adanya alam. Alam sangat berguna bagi warga adat Kasepuhan, contohnya hutan. Hutan, selain menghasilkan air, juga sebagai sumber obat-obatan tradisional dan sebagai mata pencaharian bagi warga masyarakat adat kasepuhan. Air juga digunakan untuk mengairi pesawahan yang ada di sekitar warga adat Kasepuhan. Mata pencaharian utama warga adat kasepuhan yaitu bertani terutama untuk pesawahan dan berladang merupakan pekerjaan sampingan. Warga adat Kasepuhan pekerjaan utamanya bertani di pesawahan dan itu memerlukan air. Oleh karena itu masyarakat adat sangat menjaga kelestarian hutan yang merupakan sumber penghidupan bagi mereka. Dalam kelembagaan adat, telah diatur tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh warga adat kasepuhan. Ngajaga leuweng adalah merupakan salah satu bentuk kepedulian warga adat Kasepuhan dalam menjaga dan melestarikan hutan.
Hutan merupakan kebutuhan yang paling utama bagi masyarakat adat Kasepuhan. Hutan fungsinya sangat banyak sekali meramahkan lingkungan, memberikan air dan mencerminkan keindahan satu daerah dimana Kasepuhan berada di daerah perbukitan yang suhu udaranya dingin sesuai dengan kodrat alam yang diberikan kepada daerah Kasepuhan. Kebersamaan warga Kasepuhan (incu putu) dalam melestarikan alam pada perinsipnya sama dengan pemerintah melalui Taman Nasional Gunung Halimun Salak TNGHS karena Kasepuhan berada dikaki gunung TNGHS, Dimana Alam/hutan dengan manusia saling membutuhkan. Oleh karena itu, ekosistim melestarikan Alam/hutan dilingkungan warga Adat adalah tetap menjadi kebiasaan.
Menjaga flora dan fauna, mengutuhkan sumber mata air menanam pohon di tempat hutan yang gundul dengan tanaman hortikultura (budidaya buah, sayuran, bunga, obat-obatan dan lain-lain). Penjaga leuweung (hutan) dipimpin oleh satu orang pimpinan, dan dibantu oleh masyarakat adat yang lain. Bertugas memastikan hutan agar tetap hijau dan juga memastikan apakah ada penebang liar yang masuk atau tidak. Warga adat Kasepuhan sangat peduli dalam menjaga hutan. Itu terbukti dengan adanya pembagian ruang kelola hutan, meraka membagi hutan kedalam tiga bagian yaitu : Hutan Tutupan, Hutan Titipan dan Hutan Garapan.
Hutan Titipan yaitu hutan yang tidak boleh dimasuki atau hutan larangan . Hutan ini tidak boleh disentuh atau tidak boleh dimasuki oleh warga masyarakat adat Kasepuhan. Apabila hutan tersebut dimasuki oleh masyarakat maka sesuatu akan terjadi kepada sipelanggar itu baik berupa penyakit atau yang lainnya. Ada juga yang melanggar yaitu memasuki hutan larangan dan mereka tidak bisa pulang kerumah lagi karena tidak menemukan jalan pulang dari hutan titipan tersebut. Hutan ini fungsinya sangat besar bagi masyarakat adat Kasepuhan yaitu menyimpan air. Sawah-sawah yang ada disekitar Masyarakat kaolotan diairi dari Hutan Titipan ini. Selain untuk pesawahan, air ini juga digunakan untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat Kasepuhan. Mulai dari kebutuhan untuk minum, untuk mandi dan lain-lain.
Hutan Tutupan yaitu hutan yang boleh di garap tapi harus ada izin dari pemangku adat dulu. Hutan ini hanya dimanfaatkan untuk keperluan membangun rumah. Hutan ini biasanya lokasinya tidak terlalu jauh dari pemukiman masyarakat. Hutan ini tidak boleh dibuka apabila di hutan garapan masih tersedia bahan-bahan untuk keperluan/membuat rumah.
Hutan Garapan yaitu hutan yang menjadi mata pencaharian mereka sehari-hari yaitu berupa pesawahan, ladang dan kebun. Hutan Garapan ini siapa saja boleh menggarapnya asalkan ada kemauan. Baik itu Masyarakat adat atau bukan, mereka tetap dibolehkan menggarap lahan tersebut. Namun, ada satu hal yang tidak boleh yaitu mereka tidak boleh memiliki tanah tersebut secara individu dan mereka hanya diperbolehkan menggarapnya. Tidak ada batasan tertentu seberapa luas mereka harus menggarap. Dalam hal menggarap hutan garapan itu sesuai kemampuan kita. Sementara untuk pesawahan biasa nya sawah tersebut sudah merupan tanah milik atau surat pemberian hak menggrap. Sawah-sawah tersebut sifatnya sudah tanah milik dan orang lain tidak boleh menggarapnya. Ada juga aturan yang membolehkan orang lain menggarapnya yaitu sistem bagi hasil.
Meskipun warga Kasepuhan tinggal di Kawasan TNGHS (Taman Nasional Gunung Halimun Salak), ekosistem hutan masih terjaga dengan baik, kaya dengan berbagai jenis flora dan fauna.