Tentang Pertanian Di Kasepuhan Sinar Resmi

Tentang Pertanian Di Kasepuhan Sinar Resmi   

Kegiatan Paska Panen 

kasepuhan Sinar Resmi terletak di desa Sirna Resmi Kecamatan cisolok Kabupaten Sukabumi ( sekitar 27 km dari kota Palabuhanratu ). Mata pencaharian pokok masyarakat Adat Sirna Resmi adalah bertani tradisional. Hal yang istimewa dan berlaku pada masyarakat adat Kasepuhan Sirna Resmi adalah, “Padi, merupakan satu-satunya hasil pertanian yang tidak boleh diperjual belikan (Pamali), atau dengan kata lain padi dan beras dilingkungan kasepuhan Sinar Resmi tidak menjadi “Komoditi” yang bebas diperjual belikan.Yang lebih menarik adalah kearifan lokal dan tradisional yang berdampak positif terhadap keberlangsungan pemeliharaan benih-benih padi lokal ( pare asal ). Dalam hal bercocok tanam padi, pemangku adat berada pada posisi pemegang otoritas pemeliharaan benih. Setiap incu putu hanya boleh menanam benih yang diberikan dan telah dapat restu dari Pupuhu Adat Kasepuhan Sinar resmi, Pupuhu adat Kasepuhan sinar Resmi adalah Abah Asep Nugraha. Dengan demikian, keberlangsungan pemeliharaan benih lokal tetap terjaga. Dengan demikian juga, kasepuhan Sinar Resmi hingga saat ini masih memiliki dan memelihara kelestarian benih padi sekitar 68 jenis varietas padi lokal terdiri dari padi huma dan padi sawah yang masih ada dan di tanam di Wilayah Kasepuhan Sinar Resmi.

Sesuai dengan tekad Pemerintah untuk bisa memproduksi beras nasional sebanyak 2 juta ton, Kasepuhan Sinar Resmi merespon program ini dan sangat realistis mengingat potensi lahan pertanian baik pertanian sawah maupun pertanian lading / huma. Peran Institusi Pemerintah dan Non Pemerintah seperti masyarakat Adat Kasepuhan Sinar Resmi yang di pimpin oleh Pupuhu adat Kasepuhan Sinar Resmi yaitu Abah Asep Nugraha, dalam hal ini cukup kental. Pasalnya kasepuhan Adat sinar Resmi yang terletak di kampung Sirna Resmi Desa Sirna Resmi Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat yang di pimpin oleh Pupuhu Adat Abah Asep Nugraha  amat terkait dalam mendukung program ketahanan pangan dan menginginkan untuk mempertahankan serta melestarikan jenis padi varitas lokal yang jumlah nya ada 68 jenis varitas padi lokal yang masih ada dan tersebar di sekitar lingkungan Kasepuhan Adat Sinar Resmi. Selain sebagai fasilitator Kasepuhan Sinar Resmi antara masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi dengan Pemerintah juga sebagai pemersatu tali silaturahmi antar individu masyarakat adat, terutama yang ada dilingkungan Kasepuhan Sinar Resmi, dalam hal ini perlu adanya terobosan baru dan dorongan dari pihak pemerintah agar Program Pelestarian Pemberdayaan dan peningkatan kualitas dan kwantitas 68 jenis padi varitas lokal ini yang ada di lingkungan Kasepuhan Sinar Resmi ini bisa tercapai.

Wisata Kampung Adat Atau Kasepuhan Adat CIptagelar


Bulan Mei sampai dengan akhir Agustus merupakan bulan yang sangat pas untuk melakukan kegiatan Traveling, Hiking atau Backpaking. Pas dalam hal waktu dan pas pula dalam keuangannya. Saya sendiri memilih ketiganya traveling, hiking dan backpaking jadi satu paket, tetapi persoalannya adakah tempat  yang pas dari paket tersebut untuk bisa di kunjungi? Jawabanya tentu saja banyak, mau tempat murah atau mahal, mau jauh atau dekat tergantung kemampuan kita melakukan riset dan menggesek ATM betul!!!. Tetapi bagi saya cukup berkunjung ke Kampung Adat Ciptagelar saja sudah jadi satu paket traveling, hiking dan backpaking murah meriah walaupun aslinya kesana berkendara naik motor. Saya meyakini jika banyak orang-orang sudah tahu keberadaan Kampung Adat Ciptagelar ini, tetapi kalo ditanya sudah pernah kesana atau belum pernah itu sudah lain soal. Saya pribadi sangat merekomendasikan ini tempat sebagai salah satu destinasi wisata budaya dan adat paforit (baca : Favorit), apalagi bila kalian ngaku orang USA ( Urang Sunda Asli ) yang belum tahu tempat ini malu pisan euy (sambil tunjuk hidung), karena orang USA aslinya mah sudah sering berkunjung ke Kampung adat Ciptagelar.
Bagi kalian Travelunter yang berniat akan mendatangi Kampung Adat Ciptagelar, supaya kalian tidak bingung mengenai hal apa saja yang perlu di persiapkan atau yang bertanya apakah ada syarat tertentu untuk bisa datang ke Kampung Ciptagelar tersebut, nah saya dengan baik hati dan tidak sombong hihihi.. berbagi tips serta membahas sekilas mengenai Kampung Adat Ciptagelar ini.

Kesenian Dog Dog Lojor Kasepuhan Sinar Resmi

Kesenian Sunda, Kasepuhan
Sumber gambar: dedisuhendra.com

Pengertian

Dogdog Lojor merupakan untaian dua kata, yaitu dogdog dan lojor. Dogdog merupakan alat musik tabuh yang terbuat dari batang kayu yang berongga dengan bulatan berdiameter 15 cm dan ujungnya mengecil berdiameter antara 12-13 cm, sedangkan panjangnya lebih kurang 90 cm hingga 100 cm. Pada ujung bulatan yang berdiameter 15 m itu ditutup dengan kulit kambing yang telah dikeringkan, kemudian diikat dengan tali bambu dan dipaseuk / baji untuk mengencangkan kulit tersebut, sehingga kalau dipukul Akan mengeluarkan suara dog.. dog.. dog. Akhirnya disebutlah alat musik itu dogdog. Sedangkan lojor (bahasa Sunda dialek Banten) berarti `panjang'. Biasanya dogdog yang ;mum panjangnya berukuran antara 30 — 40 cm. Dogdog lojor mempunyai panjang 90 — 100 cm. Jadi, dogdog lojor adalah dogdog yang panjang.

Fungsi
Upacara Seren Taun, Upacara Sedekah, Upacara Ruwatan, syukuran 40 hari bayi lahir, dan Upacara Ngabaladah `pembukaan' ladang baru dan upacara perkawinan, adalah upacara yang selalu diiringi demean seni dogdog lojor ini.

Masyarakat Banten khususnya masyarakat Baduy mempunyai upacara-upacara yang dianggap sakral dan magis, seperti upacara di atas. Di sini dogdog lojor sangat berperan karena seni ini dianggap seni yang buhun dan mengandung nilai-nilai magis.

Seni dogdog lojor dapat dijadikan sarana ungkapan rasa syukur, ungkapan penolak bala, dan ungkapan persembahan, atau bahkan ungkapan rasa kegembiraan. Semua dapat dilihat dalam upacara yang laksanakannya. Namun dalam perkembangan dewasa ini seni dogdog lojor memudar, dari seni yang dianggap sakral dan magis menjadi seni hiburan yang kapan dan di mana saja dapat dipertunjukkan.

Pemain dan Waditra
Pemain yang diperlukan dalam seni ini berjumlah minimal 12 orang yang terdiri atas 4 orang pemain dogdog dan 8 orang pemain angklung; yang dibagi menjadi dua kelompok demean jumlah orang yang sama. Para pemain tidak dimonopoli oleh kaum pria saja, kini demean perkembangan jaman maka perempuan pun bisa memainkan seni ini. Waditra yang dipergunakan dalam permainan ini adalah dogdog dan angklung.

Jalannya Permainan
Diawali pukulan dogdog sebagai aba-aba bagi pemain angklung, maka permainan ± 1 mulai pada pukulan dogdog pakpak pong, pak……………. Pak……. pong, serempak pemain angklung membunyikan angklungnya dengan membawakan lagu "Kacang Buncis" atau "Tongeret".


Kacang Buncis

Cis kacang buncis nyengcle
Ti anggolati kuda
Nu geulis tembong pingping
Keun bae jang kaula
Cis kacang buncis nyengcle
Kembang cengek nu mencenges
Nu geulis keur ngalewe
Dasar awewe jerenges

Tongeret

Tongeret tong
Tongeret tong kerrmiiiii
Tamiang dibeulahan dibeulahan
Awewe wantererrrrrrrrrrrr Awewe wantereriiiiiiirrrr Ngajak kawin kaduaan kaduaan

Biasanya instrumen "Tongeret" adalah irama dasar yang terus-menerus mengiringi permainan seni dogdog lojor ini.

Permainan dogdog lojor ini terdiri atas :

Ucing-ucingan

Oray-orayan
Ngadu bedug / dogdog
Ngadu domba
Ngadu jalan

Berbagai permainan waditra di atas, menimbulkan berbagai macam gerak para mainnya sehingga terlihat sangat dinamis demean teriakan hoyah para pemainnya. :gitu pula demean lincah mereka memainkan angklung dan dogdog dalam berbagai rakan tadi.

Beberapa istilah permainan ini yang sama permainan dogdog lojor yang ada di Jawa Barat :

Angklung Buncis daerah Priangan
Angklung Gubrag daerah Bogor
Bedug Lojor daerah Banten Selatan dan Utara
Angklung Bungko daerah Cirebon
Badeng Badud daerah Priangan sebelah utara

Wilayah penyebaran dogdog lojor ini berada di Banten selatan, yaitu Bayah, carucuk, Ciherang, Cisungsang, Cisitu,Citokek, Cinangka, dan Kanekes Baduy, juga di Sukabumi khususnya di Sirnaresmi dan Ciptarasa Cisolok.

Tokoh yang berjasa dalam pengembangan seni dogdog lojor adalah :

Di Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak :
  • Bapak Oco
  • Bapak Mansyur
  • Bapak Okri



Pasir Nangka Kabupaten Lebak :
  • Panji Wulung
  • UPEC pimpinan bapak Uhen Cikotok.



Sumber : Masduki Aam dkk. 2005 Kesenian Tradisional Provinsi Banten Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung
Sumber gambar: dedisuhendra.com

Seni Debus Dari Kasepuhan Sinar Resmi

Sumber gambar dedisuhendra.com

Seni Debus Dari Kasepuhan Sinar Resmi - Debus merupakan kesenian bela diri dari Banten yang mempertunjukan kemampuan manusia yang luar biasa. Misalnya kebal senjata tajam, kebal air keras dan lain- lain.
Kesenian ini berawal pada abad ke-16, pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570). Pada zaman Sultan Ageng Tirtayasa (1651—1692) Debus menjadi sebuah alat untuk memompa semangat juang rakyat banten melawan penjajah Belanda pada masa itu. Kesenian Debus saat ini merupakan kombinasi antara seni tari dan suara.
Kesenian Debus yang sering dipertontonkan di antaranya:

  • Menusuk perut dengan tombak atau senjata tajam lainnya tanpa terluka.
  • Mengiris bagian anggota tubuh dengan pisau atau golok.
  • Memakan api.
  • Menusukkan jarum kawat ke lidah, kulit pipi atau anggota tubuh lainnya hingga tebus tanpa mengeluarkan darah.
  • Menyiram tubuh dengan air keras hingga pakaian yang dikenakan hancur lumat namun kulit tetap utuh.
  • Menggoreng telur di atas kepala.
  • Membakar tubuh dengan api.
  • Menaiki atau menduduki susunan golok tajam.
  • Bergulingan di atas serpihan kaca atau beling.

Debus dalam bahasa Arab berarti tongkat besi dengan ujung runcing berhulu bundar. Bagi sebagian masyarakat awam kesenian Debus memang terbilang sangat ekstrim. Pada masa sekarang Debus sebagai seni beladiri yang banyak dipertontonkan untuk acara kebudayaan ataupun upacara adat.

Sejarah
Debus lebih dikenal sebagai kesenian asli masyarakat Banten, yang mungkin berkembang sejak abad ke-18. Menurut sebagian banyak sumber sejarah, kesenian debus Banten bermula pada abad 16 masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570) Debus mulai dikenal pada masyarakat Banten sebagai salah satu cara penyebaran agama Islam. Namun ada juga yang menyebutkan Debus berasal dari daerah Timur Tengah bernama Al-Madad yang diperkenalkan ke daerah Banten ini sebagai salah satu cara penyebaran Islam pada waktu itu. Yang lainnya menyebutkan bahwa debus berasal dari tarekat Rifa’iyah Nuruddin al-Raniri yang masuk ke Banten oleh para pengawal Cut Nyak Dien (1848—1908).

Sumber: id.wikipedia

Seni Laes Atau Lais Dari Kasepuhan Sinar Resmi

Sumber gambar dedisuhendra.com
Seni Laes Atau Lais Dari Kasepuhan Sinar Resmi - Kesenian Lais Diambil Dari Nama Seseorang Yang Sangat Terampil Dalam Memanjat Pohon Kelapa Yang Bernama ‘Laisan” yang sehari – hari dipanggil Pak Lais. Atraksi yng ditontonkan mula-mula pelais memanjat bambu lalu pindah ke tambang sambil menari-nari dan berputar di udara tanpa menggunakan sabuk pengaman, sambil diiringi tetabuhan seperti dog-dog, gendang, kempul dan terompet. Kesenian ini sudah ada sejak Jaman Penjajahan Belanda.

Kesenian ini merupakan sebuah kesenian pertunjukan akrobatik dalam seutas tali sepanjang 6 meter yang dibentangkan dan dikaitkan diantara dua buah bamboo dengan ketinggian 12 sampai 13 meter.


Kesenian Lais di ambil dari nama seseorang yang sangat terampil memanjat pohon kelapa yang bernama ”Laisan” yang sehari-hari di panggil Pak Lais. Lais ini sudah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda, tempatnya di Kampung Nangka Pait, Kec. Sukawening. Atraksi yang di tontonkan mula-mula pelais memanjat bambu lalu pindah ke tambang sambil menari-nari dan berputar di udara tanpa menggunakan sabuk pengaman dengan diiringi musik reog, kendang penca, dog-dog dan terompet.


Lais/Laes

Lais merupakan suatu jenis pertunjukan rakyat di Jawa Barat yang mirip akrobat  Tetapi, karena kegiatan apa pun dalam masyarakat Sunda tradisional ini selalu tidak lepas dari kepercayaan penduduknya, maka keterampilan akrobatik yang dilakukan oleh pemain-pemain lais itu pun dipercaya mendapat bantuan gaib. Selain itu, tentu saja lais juga diberi nafas seni dengan dimasukkannya tetabuhan dan dilantunkannya lagu-lagu selama pertunjukan.
Pertunjukan lais terutama mempertontonkan keterampilan satu atau dua orang pemain lais yang berjalan atau duduk di atas tali tambang yang direntangkan di antara dua ujung bambu. Tali tambang tersebut selalu bergoyang dan bambunya pun bergerak-gerak selagi menyangga beban dan gerakan pemain lais tersebut.

Lais terdapat di Kabupaten Sukabumi, Sumedang, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Cirebon dan Bandung. Lais dapat disaksikan pada acara-acara kenegaraan, hajatan, pernikahan ataupun khitanan.

Cara penyajian pertunjukan lais dilakukan dengan terlebih dahulu memancangkan dua leunjeur (batang) awi gombong (bambu berbumbung besar) di tanah serta merentangkan tali tambang pada kedua ujung bambu tersebut. Tali tambang  kemudian diikatkan pada kedua ujung bambu yang dipancangkan tersebut lalu tetabuhan pun dibunyikan sebagai pembukaan juga sebagai pemberitahuan bahwa permainan akan segera dimulai. Hal ini dilakukan untuk mengundang penonton dan sebagai pemanasan suasana.

Ketika permainan dimulai, sang dukun (pawang) lais pun siap dengan perlengkapan upacaranya, yaitu sesajen (sesajian) dan pedupaan (kukusan). Bersamaan dengan bunyi tetabuhan, dibakarlah kemenyan dalampedupaan tadi serta mantera-mantera pun dibacakan. Upacara ini dimaksudkan agar si pemain lais  diberi kekuatan, kelincahan, keterampilan serta keselamatan di dalam permainannya.

Busana yang dikenakan oleh pemain lais yaitu busana yang biasa dipakai oleh wanita seperti kain dan kebaya, terutama pemain lais di Priangan. Dengan langkah gemulai, pemain lais yang menurut kepercayaan mulai kemasukan roh gaib  itu menari-nari mendekati salah satu tiang bambu. Ia menyelipkan sebuah payung di pinggangnya. Pada  saat itu terjadilah percakapan antara pemain lais dan pawang. Percakapannya yaitu sebagai berikut:

Pawang: “Rek ka mana, Nu Geulis?”(Mau ke mana, Cantik?)
Si Lais  : “Apan rek ulin.” (Kan mau main.)
Pawang: “Nyandak naon?” (Membawa apa?)
Si Lais : “Ieu payung bisi panas jeung duwegan bisi halabhab.” (Ini payung kalau-kalau kepanasan dan kelapa muda kalau-kalau kehausan.)
Pawang: “Pek atuh geura amengan.” (Silakan kalau mau main.)

Sambil menari lagi, Si Lais terus mendekati tiang bambu lalu dengan cekatan  memanjat tiang bambu tersebut seperti seekor kera. Cara memanjatnya yaitu dengan tidak merapatkan tubuh ke ke batang bambu, melainkan dengan menggunakan tangan dan kakinya.

Ketika Si Lais memanjat batang bambu, tabuhan pengiring dibunyikan semakin keras sampai Si Lais tersebut mencapai puncak batang bambu. Setelah sampai pada tali tambang yang direntangkan, kemudian Si Lais pun duduk di ujung bambu dengan santai dan berleha-leha, lalu ia menyanyi namun hanya suara gumamnya saja tanpa kata-kata. Pawang yang berada di bawah bertanya lagi sambil menengadahkan kepalanya.

Pawang : “Hey, Geulis, keur naon?” (Hey, Cantik,  sedang apa?)
Si Lais   : “Apan ieu keur senang-senang!” (Kan ini lagi bersenang-senang.)
Pawang : “Cing, Geulis, ngojay kawas bangkong.” (Cobalah, Cantik, kamu berenang seperi katak.)
Si Lais   : “Mangga,” sambil tersenyum
Kemudian Si Lais pun menelungkup pada ujung bambu dan menekankan perutnya serta membuat gerakan seperti sedang berenang.
Si Lais : “Aduh capejeung hanaang.” (Aduh ,saya capek dan haus).

Si Lais kemudian duduk lagi pada ujung bambu, lalu membelah kelapa muda yang dibawanya dengan golok. Selain gerak-gerik Si Lais yang terampil itu, kelakuannya pun membuat hati penonton berdebar terutama para penonton wanita. Ketika Si Lais membelah kelapa muda, yang digunakan sebagai tahanan adalah lututnya dan air kelapa itu pun diminum sambil lalagedayan(berleha-leha atau berbaring dengan santai sambil bergoyang kaki). Setelah meminum habis air kelapa muda itu, Si Lais pun turun dengan cara menyusuri bambu dengan meluncur.

Setelah sampai di bawah, Si Lais menari-nari dan golok yang dibawanya diletakkan di dekat para penabuh, kemudian ia naik kembali sampai ke puncak tiang bambu dan berdiri di sana. Ia mengambil payung yang diselipkan di pinggangnya. Dengan menggunakan payung itu, ia meniti (berjalan) di atas tali tambang yang direntangkan tadi.

Di tengah-tengah tambang tersebut ia menari, menyanyi dan mengayun-ayunkan badannya. Atraksi tersebut merupakan puncak dari permainan lais. Banyak diantara penonton yang menahan nafas dan ada pula yang berteriak karena merasa khawatir Si Lais jatuh terutama para penonton wanita. Si Lais berpura-pura memperlihatkan gerakan kalau ia terpelesest, sehingga membuat penonton menjadi histeris. Dalam kepura-puraannya itu ia  berceloteh. “Aduuh …… Wah …… Awas,” dan … “La la la,” ia bernyanyi tak henti-hentinya.  Setelah puas mempermainkan penonton, ia pun berjalan menuju ujung yang lain, kemudian sambil berdiri di ujung tersebut ia pun menari mengikuti irama tetabuhan dari bawah.

Setelah selesai, Si Lais pun turun dengan cara meluncur. Tetabuhan dari bawah terus dibunyikan dan peniup terompet pun meniup tarompetnya dengan lagu-lagu yang riang. Hal ini dilakukan untuk memberikan waktu kepada pemain lais untuk beristirahat.

Setelah selesai beristirahat, Si Lais pun kembali memanjat bambu tersebut. Ia memperlihatkan permainannya yaitu dengan berayun-ayun di tengah tambang dengan kaki tergantung. Sambil berjalan di atas tambang, ia membuka pakaian wanita yang dipakainya dengan ngorondang (merangkak).

Setelah menyelesaikan pertunjukannya, ia pun turun kembali menyusuri tambang dan ini merupakan akhir dari pertunjukan lais Si Lais kemudian dibawa ke dalam rumah oleh pawang. Ketika keluar, Si Lais tersebut bersikap seperti biasa dan pakaiannya sudah diganti dengan pakaian biasa.

Pertunjukan lais memakan waktu setengah hari atau bahkan sehari penuh, tergantung kepada yang mengundangnya. Waditra yang digunakan untuk mengiringi pertunjukkan lais sama dengan waditra yang digunakan dalamkendang penca, tetapi ditambah dengan dogdog dan angklung. Para pemain lais terdiri dari laki-laki yang sudah dewasa sebanyak 6 orang, yaitu satu orang pemain lais, satu orang pawang yang kadang-kadang merangkap menjadi pimpinan lais dan yang lainnya adalah para penabuh.

Permainan lais biasanya diadakan di arena terbuka seperti di lapangan atau alun-alun yang tempatnya dianggap luas untuk menancapkan tiang bambu dengan jarak 10-15 meter antara tiang bambu yang satu dengan tiang bambu yang lainnya. Pertunjukan lais bukan merupakan bagian dari suatu upacara. Oleh karena itu, dapat dipanggil setiap saat. Permainan lais ini diturunkan oleh keluarga ke setiap generasi penerusnya.

Refferensi: http://amochiqal89.wordpress.com/2008/04/16/kesenian-lais